Rabu, 23 Desember 2015

"Topi Pesulap"

Sebuah filosofi kehidupan.....



Berbicara mengenai hidup, tidak akan terlepas dengan dunia, alam semesta, dan manusia. Dunia ini diibaratkan seperti topi pesulap yang dapat mengeluarkan seekor kelinci putih dari dalam topi itu. Sebagai seorang manusia, pasti mempunyai banyak pengalaman yang dijalani di dunia ini yang tidak sedikit membuat kita terkejut, karena pengalaman tersebut tidak seperti apa yang kita bayangkan, harapkan, atau impikan. Hal itu sama dengan ketika menonton seorang pesulap yang dengan tiba-tiba menarik seekor kelinci putih dari topinya, padahal sebelumnya telah ditunjukkan bahwa topi itu kosong.
Pada kasus kelinci tersebut telah diketahui bahwa pesulap menggunakan trik untuk memperdaya penontonnya. Jika kasus tersebut disangkutpautkan dengan dunia, masalahnya menjadi sedikit berbeda. Telah diketahui bahwa dunia bukanlah hasil sulapan tangan atau tipuan manusia, karena manusia berada di dalamnya, manusia merupakan bagian darinya. Dalam pengibaratan kelinci putih yang keluar dari topi pesulap, manusia adalah kelinci putih yang ditarik keluar dari dalam topi.Perbedaan antara kelinci putih dan manusia adalah bahwa kelinci tidak menyadari dirinya ikut ambil bagian dalam tipuan sulap. Tidak seperti manusia, manusia merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari sesuatu yang misterius. Hal yang misterius tersebut adalah hidup itu sendiri.
Benarkah kedudukan manusia pada pengibaratan topi pesulap berkedudukan sama dengan seekor kelinci?
Ketika sudut pandang dialihkan pada alam semesta, manusia bukan lagi sebagai kelinci putih yang ditarik keluar oleh pesulap dari topinya, pada kasus ini manusia adalah serangga-serangga kecil mikropis yang tinggal pada sela-sela bulu halus kelinci. Berbicara mengenai seranggga-serangga mikropis yang hidup pada sela-sela bulu kelinci, perlu diketahui bahwa terdapat dua jenis serangga mikropis di sana, serangga mikropis yang hanya diam tinggal pada dasar bulu kelinci dan juga serangga yang mencoba memanjat keluar dari bulu-bulu halus tersebut. Melihat dari sudut pandang tersebut, manusia juga dapat dibedakan menjadi dua tipe seperti serangga mikropis pada bulu kelinci.
Serangga-serangga yang hanya tinggal dalam sela-sela bulu kelinci yang halus tersebut sama halnya dengan manusia yang terlena dengan apa yang dunia suguhkan dan merasa bahwa dunia memang sudah seperti ini adanya, tidak ada yang perlu dicari tahu dari dunia ini. Sedangkan manusia dengan tipe yang kedua adalah manusia yang seperti serangga-serangga mikropis yang mencoba memanjat keluar dari sela-sela bulu halus kelinci. Manusia yang seperti itu adalah manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu tentang dunia, tentang sekitarnya, tentang alasan mengapa semua hal bisa terjadi, manusia yang mempunyai tekad dan semangat luar biasa untuk mengalami perubahan dengan penjelasan yang rasional. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa memang di dunia ini terdapat dua tipe manusia yang sangat berbeda, dua tipe yang sangat bertolak belakang.
Berbicara mengenai filsafat, dasar manusia berpikir filsafat adalah adanya rasa ingin tahu. Hal itu adalah hal dasar pertama yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin berpikir secara filsafat. Pada kasus manusia yang diibaratkan seperti serangga mikropis yang mencoba memanjat bulu-bulu halus kelinci, manusia-manusia seperti itu adalah manusia yang dalam hidupnya mencoba untuk berpikir filsafat. Hidup yang seperti misteri ini harus diimbangi oleh cara berpikir yang haus akan rasa ingin tahu agar sebagai manusia dapat berkembang.
Lalu apakah hidup itu?
Berbicara mengenai hidup, salah satu filsuf yang terkenal dengan kaum sofisnya, Socrates, menyatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan yang dapat diperoleh melalui keutamaan. Keutamaan tersebut dapat kita ketahui dengan pengetahuan karena keutamaan itu sendiri adalah pengetahuan. Jadi, bagi Socrates, hidup saja tidak cukup, tetapi hidup yang baik adalah bagi jiwa.
Membahas mengenai hidup, bagi Socrates tujuan hidup adalah menghidupkan jiwa atau hidup bagi jiwa. Banyak manusia sekarang yang secara fisik dia hidup, tetapi ternyata jiwanya mati. Berjalan kesana-kemari seperti zombie, tak mempunyai tujuan hidup. Manusia memang hidup, tetapi banyak diantaranya yang lebih mengerikan dari orang mati. Manusia yang masih hidup harusnya memang mempunyai tujuan hidup, agar hidupnya lebih terarah, agar setiap jengkal langkahnya lebih bermakna.
Lalu, apakah tujuan hidup sebenarnya bagi manusia?
Manusia yang berjiwa mati tidak akan mengalami perkembangan apapun dalam hidupnya. Mereka seperti serangga mikropis yang hidup di sela-sela bulu halus kelinci yang tetap diam tanpa mau berusaha untuk mengalah keluar melihat bagaimana ajaib dan misteriusnya dunia dan kehidupan. Hidup memang telah ada sebagaimana mestinya, tetapi tidak ada salahnya jika hidup dimaknai secara lebih mendalam. Hidup terlalu misterius untuk dicari tahu sejarah dan akhirnya. Hidup juga terlalu ajaib jika dipikirkan alasan setiap kejadian yang terjadi di dalamnya. Tetapi, yang peling penting dalam hidup adalah proses di dalamnya. Untuk lahir dan mati, dua kejadian itu sebenarnya hanyalah suatu pengalaman. Apa yang terjadi di antara lahir dan mati, yang disebut hidup adalah proses yang harus diperjuangkan. Bagaimana caranya agar proses di tengah-tengah antara lahir dan mati itu dapat membawa kita pada kebahagiaan hidup dan menghidupkan jiwa.
Jika manusia adalah serangga kecil mikropis pada sela-sela bulu halus kelinci, siapakah tokoh pesulap itu?
Tokoh pesulap pada kasus ini adalah Tuhan, sang Maha Segalanya. Tuhan bukan penipu yang mempelajari trik sulap untuk mencengangkan manusia, tetapi Tuhan memang sang pencipta segalanya. Dunia, semesta, dan manusia adalah tiga hal yang berkoherensi, berkaitan erat. Hal kompleks yang Tuhan rangkai hingga manusia merasa bahwa semua yang ada di dunia ini sangat luar biasa.
Jika hidup adalah hal yang kompleks, apakah manusia tidak bisa merubah apa yang terjadi dalam kehidupan?
Melihat dari kasus kelinci putih, dapat dilihat dengan jelas bahwa kelinci dan topi adalah bagian dari pertunjukkan sulap yang dikendalikan oleh seorang pesulap. Hal ini sama dengan alam semesta, dunia, dan manusia yang sudah menjadi satu bagian dari ciptaan dan telah mempunyai suatu garisan kehidupan. Tiga hal yang sudah mempunyai jalan dan cerita tersendiri dari sang Maha Pencipta. Merubah dan dirubah jalan hidupnya adalah kehendak dan kuasa sang pencipta.
Apa itu yang dinamakan takdir?
Banyak manusia yang mengatakan bahwa dirinya tak bisa merubah takdir karena takdir adalah garisan kehidupan yang sudah ditentukan oleh sang Maha Segalanya bagi kehidupan kita. Apabila konsep takdir yang telah melekat pada kehidupan manusia ini dimaknai secara harfiah oleh manusia dengan tipe seperti serangga mikropis yang hanya tinggal diam di dasar sela-sela bulu halus kelinci putih, manusia dengan tipe itu akan semakin nyaman diam di tempatnya, akan semakin acuh dengan dunia dan kehidupannya. Manusia dengan tipe seperti itu akan menganggap bahwa apa yang terjadi memang sudah selayaknya diterima dan tidak perlu menggunakan banyak effort dalam menjalaninya. Sebanyak apapun effort yang akan dilakukan tidak akan pernah merubah takdir, pikir mereka.
Substansi pada kasus ini berbicara mengenai bagaimana manusia memaknai hidup, bagaimana manusia dapat berusaha keras membuat hidup benar-benar hidup. Pada kasus kelinci yang menjadi bagian dari suatu pertunjukkan sulap ini dapat diartikan bahwa hidup yang dijalani oleh manusia juga penuh dengan misteri, memang bukan menggunakan trik sulap, tetapi kehidupan ini sudah dapat menunjukkan bahwa semua tak dapat diterima oleh akal sehat. Terlalu banyak kemungkinan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan. Semua berkutat pada mungkin atau tidak mungkin. Seperti trik sulap yang penuh dengan hal-hal ajaib di luar nalar manusia.
Manusia dengan tipe seperti serangga mikropis pada sela-sela bulu halus kelinci yang mencoba memanjat keluar akan selalu mengalami suatu pengalaman luar biasa dalam hidup. Hidup yang penuh dengan kemungkinan ini membuat manusia dengan tipe ini semakin berjaya dalam menjalaninya. Manusia dengan tipe ini akan selalu mempunyai rasa ingin tahu terhadap apa yang ada di sekitarnya, mereka akan selalu berusaha keras meskipun mereka juga mengenal akan adanya takdir, mereka percaya akan adanya takdir, tetapi mereka tidak tinggal diam dengan hidupnya. Memang hidup penuh dengan ketidakpastian, tetapi sebagai seorang manusia yang mempunyai tujuan hidup, bagaimana caranya agar tujuannya tetap tercapai meskipun banyak ketidakmungkinan yang akan menghampirinya.
Jadi, bila memandang kehidupan dari kasus topi pesulap dan kelinci putih beserta serangga mikropis yang ada pada sela-sela bulu halusnya, dapat dimaknai bahwa alam semesta, dunia, dan manusia adalah tiga hal yang menjadi satu kesatuan. Hal ciptaan Tuhan yang sangat kompleks keberadaannya, yang mempunyai suatu garisan tersendiri. Hidup yang harus mempunyai tujuan, hidup yang harus ber-effort luar biasa agar dapat menciptakan suatu kehidupan yang bahagia bagi jiwa. Hidup harus bertujuan, agar tidak menjadi manusia hidup yang tidak berjiwa. Hidup memang penuh dengan kemungkinan dan ketidakmungkinan, penuh dengan tanda tanya, dan sering kali pengalaman yang datang ke dalam kehidupan tidak seperti yang dibayangkan. Menjadi manusia yang seperti serangga kecil mikropis dpada sela-sela bulu kelinci, haruslah menjadi yang senantiasa berusaha memanjat keluar, berjuang di dalam ketidakpastian, karena sebenarnya hal itu yang bisa membuat kita semangat menjalani hidup dan mencapai tujuan hidup.Hidup itu harus diperjuangkan dan harus bertujuan. Perlu diingat pula bahwa keberadaan manusia di mata dunia dan alam semesta tidak ada apa-apanya, manusia hanya bagian kecil di antara alam semesta dan dunia. Tetapi, sebagai manusia kita masih harus membuat hidup yang penuh kejutan seperti pertunjukkan sulap ini menjadi lebih bermakna.


Terinspirasi dari sebuah novel fiksi filsafat berjudul "Dunia Sophie"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar