Berbicara
mengenai hidup, tidak akan terlepas dengan dunia, alam semesta, dan manusia.
Dunia ini diibaratkan seperti topi pesulap yang dapat mengeluarkan seekor
kelinci putih dari dalam topi itu. Sebagai seorang manusia, pasti mempunyai
banyak pengalaman yang dijalani di dunia ini yang tidak sedikit membuat kita
terkejut, karena pengalaman tersebut tidak seperti apa yang kita bayangkan,
harapkan, atau impikan. Hal itu sama dengan ketika menonton seorang pesulap yang
dengan tiba-tiba menarik seekor kelinci putih dari topinya, padahal sebelumnya
telah ditunjukkan bahwa topi itu kosong.
Pada
kasus kelinci tersebut telah diketahui bahwa pesulap menggunakan trik untuk
memperdaya penontonnya. Jika kasus tersebut disangkutpautkan dengan dunia,
masalahnya menjadi sedikit berbeda. Telah diketahui bahwa dunia bukanlah hasil
sulapan tangan atau tipuan manusia, karena manusia berada di dalamnya, manusia
merupakan bagian darinya. Dalam pengibaratan kelinci putih yang keluar dari
topi pesulap, manusia adalah kelinci putih yang ditarik keluar dari dalam topi.Perbedaan
antara kelinci putih dan manusia adalah bahwa kelinci tidak menyadari dirinya
ikut ambil bagian dalam tipuan sulap. Tidak seperti manusia, manusia merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari sesuatu yang misterius. Hal yang misterius
tersebut adalah hidup itu sendiri.
Benarkah
kedudukan manusia pada pengibaratan topi pesulap berkedudukan sama dengan
seekor kelinci?
Ketika
sudut pandang dialihkan pada alam semesta, manusia bukan lagi sebagai kelinci
putih yang ditarik keluar oleh pesulap dari topinya, pada kasus ini manusia
adalah serangga-serangga kecil mikropis yang tinggal pada sela-sela bulu halus
kelinci. Berbicara mengenai seranggga-serangga mikropis yang hidup pada
sela-sela bulu kelinci, perlu diketahui bahwa terdapat dua jenis serangga
mikropis di sana, serangga mikropis yang hanya diam tinggal pada dasar bulu
kelinci dan juga serangga yang mencoba memanjat keluar dari bulu-bulu halus
tersebut. Melihat dari sudut pandang tersebut, manusia juga dapat dibedakan
menjadi dua tipe seperti serangga mikropis pada bulu kelinci.
Serangga-serangga
yang hanya tinggal dalam sela-sela bulu kelinci yang halus tersebut sama halnya
dengan manusia yang terlena dengan apa yang dunia suguhkan dan merasa bahwa dunia
memang sudah seperti ini adanya, tidak ada yang perlu dicari tahu dari dunia
ini. Sedangkan manusia dengan tipe yang kedua adalah manusia yang seperti
serangga-serangga mikropis yang mencoba memanjat keluar dari sela-sela bulu
halus kelinci. Manusia yang seperti itu adalah manusia yang penuh dengan rasa
ingin tahu tentang dunia, tentang sekitarnya, tentang alasan mengapa semua hal
bisa terjadi, manusia yang mempunyai tekad dan semangat luar biasa untuk
mengalami perubahan dengan penjelasan yang rasional. Memang tidak dapat
dipungkiri bahwa memang di dunia ini terdapat dua tipe manusia yang sangat
berbeda, dua tipe yang sangat bertolak belakang.
Berbicara
mengenai filsafat, dasar manusia berpikir filsafat adalah adanya rasa ingin
tahu. Hal itu adalah hal dasar pertama yang harus dimiliki oleh seseorang yang
ingin berpikir secara filsafat. Pada kasus manusia yang diibaratkan seperti
serangga mikropis yang mencoba memanjat bulu-bulu halus kelinci,
manusia-manusia seperti itu adalah manusia yang dalam hidupnya mencoba untuk
berpikir filsafat. Hidup yang seperti misteri ini harus diimbangi oleh cara
berpikir yang haus akan rasa ingin tahu agar sebagai manusia dapat berkembang.
Lalu
apakah hidup itu?
Berbicara
mengenai hidup, salah satu filsuf yang terkenal dengan kaum sofisnya, Socrates,
menyatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan yang dapat
diperoleh melalui keutamaan. Keutamaan tersebut dapat kita ketahui dengan
pengetahuan karena keutamaan itu sendiri adalah pengetahuan. Jadi, bagi
Socrates, hidup saja tidak cukup, tetapi hidup yang baik adalah bagi jiwa.
Membahas
mengenai hidup, bagi Socrates tujuan hidup adalah menghidupkan jiwa atau hidup
bagi jiwa. Banyak manusia sekarang yang secara fisik dia hidup, tetapi ternyata
jiwanya mati. Berjalan kesana-kemari seperti zombie, tak mempunyai tujuan
hidup. Manusia memang hidup, tetapi banyak diantaranya yang lebih mengerikan
dari orang mati. Manusia yang masih hidup harusnya memang mempunyai tujuan
hidup, agar hidupnya lebih terarah, agar setiap jengkal langkahnya lebih
bermakna.
Lalu,
apakah tujuan hidup sebenarnya bagi manusia?
Manusia
yang berjiwa mati tidak akan mengalami perkembangan apapun dalam hidupnya. Mereka
seperti serangga mikropis yang hidup di sela-sela bulu halus kelinci yang tetap
diam tanpa mau berusaha untuk mengalah keluar melihat bagaimana ajaib dan
misteriusnya dunia dan kehidupan. Hidup memang telah ada sebagaimana mestinya,
tetapi tidak ada salahnya jika hidup dimaknai secara lebih mendalam. Hidup
terlalu misterius untuk dicari tahu sejarah dan akhirnya. Hidup juga terlalu
ajaib jika dipikirkan alasan setiap kejadian yang terjadi di dalamnya. Tetapi,
yang peling penting dalam hidup adalah proses di dalamnya. Untuk lahir dan
mati, dua kejadian itu sebenarnya hanyalah suatu pengalaman. Apa yang terjadi
di antara lahir dan mati, yang disebut hidup adalah proses yang harus
diperjuangkan. Bagaimana caranya agar proses di tengah-tengah antara lahir dan
mati itu dapat membawa kita pada kebahagiaan hidup dan menghidupkan jiwa.
Jika
manusia adalah serangga kecil mikropis pada sela-sela bulu halus kelinci,
siapakah tokoh pesulap itu?
Tokoh
pesulap pada kasus ini adalah Tuhan, sang Maha Segalanya. Tuhan bukan penipu
yang mempelajari trik sulap untuk mencengangkan manusia, tetapi Tuhan memang
sang pencipta segalanya. Dunia, semesta, dan manusia adalah tiga hal yang
berkoherensi, berkaitan erat. Hal kompleks yang Tuhan rangkai hingga manusia
merasa bahwa semua yang ada di dunia ini sangat luar biasa.
Jika
hidup adalah hal yang kompleks, apakah manusia tidak bisa merubah apa yang
terjadi dalam kehidupan?
Melihat
dari kasus kelinci putih, dapat dilihat dengan jelas bahwa kelinci dan topi
adalah bagian dari pertunjukkan sulap yang dikendalikan oleh seorang pesulap.
Hal ini sama dengan alam semesta, dunia, dan manusia yang sudah menjadi satu
bagian dari ciptaan dan telah mempunyai suatu garisan kehidupan. Tiga hal yang
sudah mempunyai jalan dan cerita tersendiri dari sang Maha Pencipta. Merubah
dan dirubah jalan hidupnya adalah kehendak dan kuasa sang pencipta.
Apa
itu yang dinamakan takdir?
Banyak
manusia yang mengatakan bahwa dirinya tak bisa merubah takdir karena takdir
adalah garisan kehidupan yang sudah ditentukan oleh sang Maha Segalanya bagi
kehidupan kita. Apabila konsep takdir yang telah melekat pada kehidupan manusia
ini dimaknai secara harfiah oleh manusia dengan tipe seperti serangga mikropis
yang hanya tinggal diam di dasar sela-sela bulu halus kelinci putih, manusia
dengan tipe itu akan semakin nyaman diam di tempatnya, akan semakin acuh dengan
dunia dan kehidupannya. Manusia dengan tipe seperti itu akan menganggap bahwa
apa yang terjadi memang sudah selayaknya diterima dan tidak perlu menggunakan
banyak effort dalam menjalaninya. Sebanyak apapun effort yang akan dilakukan
tidak akan pernah merubah takdir, pikir mereka.
Substansi
pada kasus ini berbicara mengenai bagaimana manusia memaknai hidup, bagaimana
manusia dapat berusaha keras membuat hidup benar-benar hidup. Pada kasus
kelinci yang menjadi bagian dari suatu pertunjukkan sulap ini dapat diartikan
bahwa hidup yang dijalani oleh manusia juga penuh dengan misteri, memang bukan
menggunakan trik sulap, tetapi kehidupan ini sudah dapat menunjukkan bahwa
semua tak dapat diterima oleh akal sehat. Terlalu banyak kemungkinan yang
terjadi di tengah-tengah kehidupan. Semua berkutat pada mungkin atau tidak
mungkin. Seperti trik sulap yang penuh dengan hal-hal ajaib di luar nalar
manusia.
Manusia
dengan tipe seperti serangga mikropis pada sela-sela bulu halus kelinci yang
mencoba memanjat keluar akan selalu mengalami suatu pengalaman luar biasa dalam
hidup. Hidup yang penuh dengan kemungkinan ini membuat manusia dengan tipe ini
semakin berjaya dalam menjalaninya. Manusia dengan tipe ini akan selalu
mempunyai rasa ingin tahu terhadap apa yang ada di sekitarnya, mereka akan
selalu berusaha keras meskipun mereka juga mengenal akan adanya takdir, mereka
percaya akan adanya takdir, tetapi mereka tidak tinggal diam dengan hidupnya.
Memang hidup penuh dengan ketidakpastian, tetapi sebagai seorang manusia yang
mempunyai tujuan hidup, bagaimana caranya agar tujuannya tetap tercapai
meskipun banyak ketidakmungkinan yang akan menghampirinya.
Jadi,
bila memandang kehidupan dari kasus topi pesulap dan kelinci putih beserta
serangga mikropis yang ada pada sela-sela bulu halusnya, dapat dimaknai bahwa
alam semesta, dunia, dan manusia adalah tiga hal yang menjadi satu kesatuan.
Hal ciptaan Tuhan yang sangat kompleks keberadaannya, yang mempunyai suatu
garisan tersendiri. Hidup yang harus mempunyai tujuan, hidup yang harus
ber-effort luar biasa agar dapat menciptakan suatu kehidupan yang bahagia bagi
jiwa. Hidup harus bertujuan, agar tidak menjadi manusia hidup yang tidak
berjiwa. Hidup memang penuh dengan kemungkinan dan ketidakmungkinan, penuh
dengan tanda tanya, dan sering kali pengalaman yang datang ke dalam kehidupan
tidak seperti yang dibayangkan. Menjadi manusia yang seperti serangga kecil
mikropis dpada sela-sela bulu kelinci, haruslah menjadi yang senantiasa
berusaha memanjat keluar, berjuang di dalam ketidakpastian, karena sebenarnya
hal itu yang bisa membuat kita semangat menjalani hidup dan mencapai tujuan
hidup.Hidup itu harus diperjuangkan dan harus bertujuan. Perlu diingat pula
bahwa keberadaan manusia di mata dunia dan alam semesta tidak ada apa-apanya,
manusia hanya bagian kecil di antara alam semesta dan dunia. Tetapi, sebagai
manusia kita masih harus membuat hidup yang penuh kejutan seperti pertunjukkan
sulap ini menjadi lebih bermakna.
Terinspirasi dari sebuah novel fiksi filsafat berjudul "Dunia Sophie"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar